Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Blogger Template From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Minggu, 30 Mei 2010

KELAHIRAN PANCASILA


KELAHIRAN PANCASILA
PENDAHULUAN
Bicara mengenai kelahiran Pancasila tidak dapat dipisahkan dari sejarah bangsa Indonesia. Apabila merunut kembali kapan Pancasila mulai dikenal terutama nilai-nilai idealnya dapat dipahami jika kita melihat masa lalu. Baik nilai intrisik maupun ekstrinsik dalam Pancasila menunjukkan seberapa pentingnya nilai-nilai tersebut, yaitu sejak kapan mulai dikenal dan bagaimana penerapannya dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu pancasila belum bisa dianggap dewasa bagi sebuah ideologi karena diperlukan waktu yang sangat panjang untuk menjadi sebuah ideologi.

A. LATAR BELAKANG SEJARAH
Masuknya agama-agama besar di Nusantara menandai dimulainya kehidupan beragama pada masyarakat. Di Indonesia agama Hindu adalah agama pertama yang masuk pada abad ke-7. Kemudian masuknya agama Budha sebagai agama yang diajarkan Sidharta Gautama. Kedua ajaran agama tersebut cukup lama berpengaruh di seluruh aspek kehidupan masyarakat Nusantara. Candi yang dibuat dari batu sebagai tempat pemujaan ataupun tempat menyimpan abu jenazah raja-raja atau pendeta Hindu dan Budha sekarang menjadi warisan budaya yang tidak ternilai harganya. Tradisi Jawa sekarang juga merupakan bentuk akulturasi budaya dengan Hindu seperti sesai, tabur bunga di makam sampai penghormatan terhadap leluhur. Dalam bidang politik, ajaran Hindu-Budha berpengaruh pada kerajaan-kerajaan sebelum datangnya agama Islam.
Sebagai tempat yang dekat dengan bandar perdagangan Samudra Pasai maupun Selat Malaka maka di Nusantara terjadi kontak dengan berbagai bangsa termasuk pedagang Gujarat yang membawa ajaran Islam. Proses Islamisasi di Indonesia dilakukan oleh wali-wali. Kapan agama Islam masuk ke Indonesia, banyak versi tapi yang jelas pada abad ke-13 sudah ada pemeluk Islam di Nusantara.
Kota-kota pelabuhan tidak hanya menciptakan kontak sosial tetapi juga menyediakan ruang sosial untuk perubahan dan pembaharuan. Toleransi yang ada memungkinkan beberapa sistem kepercayaan saling bereksistensi secara berdampingan. Sampai kemudian perdagangan juga membawa kontak dengan bangsa Eropa yang di mulai Portugis pada 1512, Spanyol yang membangun benteng pertahanan di Tidore 1527, kemudian Belanda 1602 membentuk VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie). Bangsa Eropa seperti halnya bangsa-bangsa Asia yang lain selain melakukan perdagangan juga menyebarkan agama. Agama Katholik dan agama Kristen kemudian juga diterima di Nusantara sebagai agama dan kepercayaan yang melengkapi agama-agama sebelumnya. Pada saat Indonesia menjadi negara merdeka maka kelima agama yaitu: Hindu, Budha, Islam, Katholik dan Kristen menjadi agama yang diakui dan disahkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Setelah reformasi agama Kong Hu Chu juga diterima dan menjadi agama keenam yang diakui negara.

B. SEJARAH PERGERAKAN INDONESIA
Sebelum negara Indonesia terbentuk pada 17 Agustus 1945, bentuk pemerintahan adalah kerajaan-kerajaan baik besar maupun kecil yang tersebar di Nusantara. Sejarah Indonesia selalu meyebutkan bahwa ada dua kerajaan besar yang melambangkan kemegahan dan kejayaan masa lalu yaitu Sriwijaya dan Majapahit. Sriwijaya berdasarkan beberapa bukti sejarah yaitu di wilayah Palembang, Palembang sendiri dalam sejarah dikenal sebagai pusat ziarah agama Buddha.
Awal abad ke-16 bangsa Eropa mulai masuk ke Nusantara dan terjadilah perubahan politik kerajaan. Belanda telah meletakkan dasar-dasar militernya pada tahun 1603-an guna mendapat hak perdagangan atas perniagaan laut di Indonesia. VOC sebagai perwakilan dagang Belanda di Indonesia mendirikan markas besarnya di Batavia dan mulai menguasai wilayah-wilayah perdagangan di Nusantara. Pada abad 17 Belanda tidak puas hanya dengan perjanjian perdamaian, pembagunan benteng-benteng dan pertahanan Angkatan Laut untuk memperkokoh kekuasaan Belanda. VOC masih menganggap terdapat kekacauan baik besar maupun kecil dari penguasa-penguasa kerajaan di Nusantara yang dapat mengacaukan rencana mereka. Kebijakan militer VOC semakin agresif dengan ikut campur tangan dalam urusan kerajaan-kerajaan. Dengan demikian mulailah kekuasaan Belanda terhadap kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Kekuasaan Belanda dimulai memang dari Indonesia bagian Timur sebagai pusat rempah-rempah yaitu di Maluku, kemudian ke Sulawesi, Nusa Tenggara sampai Jawa. Dengan demikian kekuasaan raja-raja di Nusantara harus menghadapi Belanda. Sebelumnya jika terjadi persaingan antar keluarga kerajaan atau antar kerajaan, maka Belanda akan mendukung salah satunya. Jika berhasil maka Belanda akan mendapat imbalan yang menguntungkan secara ekonomis ataupun politis. Kekuasaan VOC berakhir pada 31 Desember 1799, kemudian aset-asetnya diambil alih oleh pemerintahan Belanda. Karenanya sejak abad 19 Belanda menguasai Nusantara dalam seluruh aspek kehidupan atau menjadikan koloninya. Kekuasaan itu terus berlangsung hingga Jepang merebutnya pada tahun 1942. Janji Jepang akan membebaskan Indonesia dari penjajahan dan memajukan rakyat Indonesia. Akan tetapi dalam kenyataannya Jepang juga merampas kehormatan rakyar dan terjadi kemiskinan dimana-mana. Janji Jepang baru mulai direalisir setelah Jepang semakin terdesak oleh Sekutu. Sekutu segera bangkit dari kekalah Jepang dan pada April 1944 mendarat di Irian Barat. Pemerintahan Jepang kemudian berusaha mendapat dukungan pendududk Indonesia, yaitu saat Perdana Menteri Kaiso pada 7 September 1944 mengucapkan pidato di parlemen Jepang yang antaranya mengatakan akan memberikan kemerdekaan Indonesia.

C. PERUMUSAN PANCASILA
Sebagai realisasi janji Jepang maka pada hari ulang tahun Kaisar Hirohito tanggal 29 April 1945 Jepang memberi semacam “hadiah ulang tahun” kepada bangsa Indonesia, yaitu janji kedua dari pemerintah Jepang berupa kemerdekaan tanpa syarat. Tindak lanjut dari janji tersebut dibentuklah suatu badan yang bertugas untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia yang dikenal dengan nama BPUPKI (Badan Penyelidk Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
Pada sidang pertama BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno menjelaskan dengan gamblang dan menarik butir-butir Pancasila dalam sebuah pidato yang sedang membicarakan dasar negara bagi sebuah negara yang kemudian dikenal sebagai Republik Indonesia.

D. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA
Ideologi secara praktis diartikan sebagai sistem dasar seseorang tentang nilai-nilai dan tujuan-tujuan serta sarana-sarana pokok untuk mencapainya. Jika diterapkan untuk negara, maka ideologi diartikan sebagai kesatuan gagasan-gagasan dasar yang disusun secara sistematis dan dianggap menyeluruh tentang manusia dan kehidupannya, baik sebagai individu, sosial maupun dalam kehidupan bernegara
Pancasila sebagai ideologi negara berisikan ajaran mengenai Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai-nilai itu berpangkal dari alam pikiran budaya Indonesia dan terkait dengan perjuangan bangsa. Pancasila sebagai ideologi berarti suatu pemikiran yang memuat pandangan dasar dan cita-cita mengenai sejarah manusia, masyarakat, dan negara Indonesia yang bersumber dari kebudayaan Indonesia; oleh karena itu Pancasila dalam pengertian ideologi ini sama artinya dengan pandangan hidup bansa atau biasa disebut falsafah hidup bangsa.
Falsafah negara itu merupakan norma yang paling dasar untuk mencek apakah kebijakan-kebijakan legislatif dan eksekutif negara sesuai dengan persetujuan dasar masyarakat atau tidak. Pancasila sebagai ideologi memuat nilai-nilai dasar yang belum bersifat operasional. Untuk operasionalisasi ini setiap generasi harus memaknai kembali falsafah negara ini dan mencari apa implikasi sesuai dengan konteks zaman. Falsafah negara tidak pernah membelenggu kebebasan dan tanggunjawab masyarakat, melainkan justru memberi peluang untuk memperkembangkan masyarakatnya. Adalah tanggungjawab setiap generasi untuk merealisasikan nilai-nilai dasar ini dalam kehidupan nyata baik sebagai individu, sebagaiwaganegara serta diaktualisasi dalam segala bentuk kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila jika dilihat dari nilai-nilai dasarnya, dapat dikatakan sebagai ideologi terbuka. Dalam ideologi terbuka terdapat cita-cita dan nilai-nilai yang mendasar, bersifat tetap dan tidak berubah. Oleh karenanya ideologi tersebut tidak langsung bersifat operasional, masih harus dieksplisitkan , dijabarkan melalui penafsiran yang sesuai dengan konteks zaman. Pancasila sebagai ideollogi terbuka memiliki dimensi-dimensi idealistas, normatif, dan realitas.
Pancasila dikatakan sebagai ideologi terbuka memiliki dimensi idealitas karena memiliki nilai-nilai yang dianggap baik, benar oleh masyarakat Indonesia pada khususnya dan manusia pada umumnya.
Rumusan-rumusan Pancasila sebagai ideologi terbuka bersifat umum, universal, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD ’45. Pancasila memiliki dimensi normatif, artinya nilai-nilai dasar tadi dijabarkan dalam norma-norma atau aturan-aturan sebagaimana tersusun dalam tata aturan perundangan yang berlaku di Indonesia dari tertinggi sampai yang terendah. Dimensi realitas artinya ideologi Pancasila mencerminkan realitas hidupyang ada di masyarakat, sehingga Pancasila tidak pernah bertentangan dengan tradisi, adat-istiadat, kebudayaan, dan tata hidup keagamaan yang ada dalam masyarakat Indonesia.

E. PANCASILA SEBAGAI ORIENTASI DAN KERANGKA ACUAN PEMBANGUNAN
Pada saat ini Pancasila lebih banyak dihadapkan pada tantangan berbagai varian kapitalisme daripada konsumerisme atau sosialisme. Ini disebabkan perkembangan kapitalisme yang bersifat global. Fungsi kehidupan sosial-politik dan ekonomi yang manusiawi, demokratis dan adil bagi seluruh rakyat. Sila pertama dan kedua mengandung makna untuk menghormati martabat manusia dan memperlakukan manusia sesuai dengan keluhuran martabatnya. Sila ketiga mengandung implikasi keharusan mengatasi segala bentuk sektarianisme, yang berarti pula komitmen kepada nilai kebersamaan seluruh bangsa. Sila keempat mengandung nilai-nilai yang terkait dengan demokrasi konstitusional : persamaan politis, hak-hak asasi manusia dan kewajiban kewarganegaraan. Dan sila kelima mencakup persamaan dan pemerataan. Sila-sila pancasila merupakan sebuah kesatuan organis, harmonis, dinamis, sebagai orientasi pembangunan nasional dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita nasional sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Keterpurukan bangsa Indonesia dalam bidang karakter yang kita rasakan dan kita alami hingga kini, mengharuskan kita “back to basic” kepada nilai-nilai Pancasila yang sangat luhur dan kita banggakan itu.
Pancasila juga diharapkan dapat menjadi kerangka referensi untuk membangun suatu model masyarakat atau untuk memperbaharui tatanan sosial-budaya. Ada dua fungsi dari Pancasila sebagai kerangka acuan : pertama, Pancasila menjadi dasar visi yang memberi inspirasi untuk membangun suatu corak tatanan sosial-budaya yang akan datang, membangun visi masyarakat Indonesia di masa yang akan datang; dan kedua, Pancasila sebagai nilai-nilai dasar menjadi referensi kritik sosial-budaya.
Visi diibaratkan sebagai suatu peta yang memberi petunjuk ke mana arah perjalanan kita. Visi masyarakat memberi arah kemana gerak langkah masyarakat kita. Nilai-nilai apa yag menjadi pedoman untuk melangkah ke masa depan. Visi suatu masyarakat adalah nilai-nilai yang dianggap paling penting, yang memberi corak khas pada tatanan sosial-budaya dan mewarnai perilaku seluruh anggota masyarakat. Visi itu dapat berupa warisan dari para pendahulu, dapat pula merupakan kesepakatan yang dirumuskan oleh seluruh warga dan menjadi komitmen bersama.
Pancasila sebagai nilai-nilai dasar yang menjadi referensi kritik sosial-budaya yang sangat cepat terutama diakibatkan oleh perkembangan ilmu dan teknologi yang spektakuler, yang terjadi dalam derap dan langkah pembangunan dalam era reformasi ini, tetap didasari dan dijiwai nilai-nilai Pancasila. Kritik sebagai bahan dialog dalam proses mencapai pembangunan sendiri sangat diperlukan sehingga pembangunan dapat dinamis dan kontekstual dalam menghadapi tantangan zaman dan dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, bangsa dan negara (nilai-nilai Pancasila).

F. PANCASILA DI ERA GLOBAL
Di era global dengan ciri dunia tanpa batas, dunia datar (dunia maya) secara langsung maupun tidak langsung banyak ideologi asing yang gencar menerpa masyarakat Indonesia. Hal ini terkadang tidak disadari oleh masyarakat kita, bahkan mereka banyak yang menganggap bahwa nilai-nilai dan ideologi asing justru menjadi pandangan hidupnya seperti materialisme, hedonisme, konsumerisme. Materialisme dalam hal ini diartikan sebagai sikap hidup yang mengagungkan materi atau benda-benda. Ukuran keberhasilan atau kesuksesan seseorang dipandang dari sudut materi yang dimiliki (uang, harta benda/kekayaan) sehingga sering mengabaikan etos kerja dan nilai-nilai kemanusiaan. Dengan demikian lama kelamaan orang menjadi kurang menghargai orang lain dari sisi spiritualitasnya (seseorang dihargai karena kekayaan materi, bukan karena kekayaan batin yang dimiliki).
Hedonisme adalah suatu paham dan sikap hidup yang mengejar kenikmatan dan kesenangan duniawi dengan orientasi pada pemuasan kebutuhan hidup secara fisik, seperti senang menikmati makanan mahal/ berkelas, gaya hidup metropolit dengan dunia gemerlap di mana seks bebas, merokok, narkoba, minum minuman keras menjadi bagian yang sering tak dapat dipisahkan.
Gejala yang lain, kecenderungan masyarakat Indonesia yang tampak saat ini adalah konsumerisme, yaitu suatu sikap dan gaya hidup yang lebih senang berposisi sebagai pengguna (konsumen) daripada produsen. Kecenderungan konsumtif yang berlebihan ditandai dengan membeli atau memiliki barang-barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan, melainkan sekedar karena diinginkan.
Dengan adanya gejala tersebut di atas semakin diperlukan sebuah kajian kritis terhadap Pancasila sebagai sumber nilai bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Diharapkan masyarakat kita semakin kritis dalam menentukan pilihan-pilihan pandangan hidup, sikap dan gaya hidupnya yang selaras dengan nilai-nilai Pancasila sebagai bagian dari budaya bangsa. Dengan demikian, masyarakat Indonesia memiliki prinsip-prinsip hidup yang kokoh, orientasi hidup yang jelas dalam bersikap dan berperilaku sehingga tidak terombang-ambing mengikuti arus global.

PENUTUP

Pancasila terlahir dari sejarah kehidupan bangsa Indonesia sendiri dan merupakan hasil dari pemikiran para pakar bangsa ini yang telah memakan waktu yang lama dan banyak peristiwa sebagai latar belakang tercetusnya kelima sila yang ada di dalamnya. Pancasila sebagai falsafah negara itu merupakan norma yang paling dasar untuk memeriksa apakah kebijakan-kebijakan legislatif dan eksekutif negara sesuai dengan persetujuan dasar masyarakat atau tidak. Pancasila sebagai ideologi memuat nilai-nilai dasar yang belum bersifat operasional. Untuk operasionalisasi ini setiap generasi harus memaknai kembali falsafah negara ini dan mencari apa implikasi sesuai dengan konteks zaman. Falsafah negara tidak pernah membelenggu kebebasan dan tanggunjawab masyarakat, melainkan justru memberi peluang untuk memperkembangkan masyarakatnya. Adalah tanggungjawab setiap generasi untuk merealisasikan nilai-nilai dasar ini dalam kehidupan nyata baik sebagai individu, sebagai warga negara serta diaktualisasi dalam segala bentuk kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Created By:

Maria Anindita Saputri